MASJID AR-RAHMAH: MUTIARA DI TEPIAN LAUT MERAH YANG MENYAPA HATI PARA MUSAFIR
Di ujung perjalanan spiritual, saat rindu mulai bersemi dan masa-masa penuh berkah di Tanah Suci hampir berakhir, terdapat sebuah permata yang kerap disinggahi oleh jemaah haji dan umrah sebelum berangkat pulang ke tanah airnya. Masjid Ar-Rahmah, yang megah berdiri di bibir pantai Jeddah, bagaikan mahkota terakhir yang memantulkan cahaya keindahan Laut Merah. Dengan arsitekturnya yang seolah mengapung di atas birunya perairan, masjid ini menjadi panorama visual yang menenangkan jiwa sekaligus tempat perenungan bagi para musafir.
Namun, di balik kemegahan fisik dan popularitasnya sebagai objek favorit, Masjid Ar-Rahmah menyimpan narasi yang unik dan sarat pembelajaran. Sebagaimana dicatat oleh Usamah El-Madny dalam karyanya, Menunggu Suang Azan Dari Langit Budapest, masjid ini sesungguhnya tidak memiliki akar historis dalam sejarah Islam, juga tidak terikat dengan rangkaian ritual ibadah haji atau umrah. Keberadaannya lebih merupakan hadiah kontemporer—sebuah mahakarya arsitektur yang dibangun untuk menyediakan ruang ibadah yang indah dan damai di tepi laut.
Awalnya, masjid ini dikenal dengan nama Masjid Fatimah. Lantaran sering disebut dari mulut ke mulut oleh peziarah, namanya pun berevolusi menjadi Masjid Fatimah Az-Zahra. Gelar ini kemudian memantik kehati-hatian. Pemerintah Arab Saudi, sebagaimana dikisahkan oleh Faridh Ahmadi dalam Mentari di Sudut Jeddah, mengambil kebijakan bijaksana untuk menghindari potensi kesalahpahaman dan kekeliruan asosiasi dengan Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Nabi Muhammad SAW. Pada Desember 2010, nama masjid ini secara resmi diubah menjadi Masjid Ar-Rahmah—sebuah nama yang indah, mencerminkan sifat Allah Yang Maha Pengasih, universal, dan terbebas dari kemungkinan penafsiran sektarian.
Perubahan nama ini bukan sekadar pergantian identitas, tetapi juga sebuah pesan. Ia mengingatkan bahwa keutamaan sebuah tempat ibadah tidak selalu terletak pada sejarah masa lampaunya, melainkan pada fungsi dan makna yang dihadirkannya hari ini. Masjid Ar-Rahmah, atau yang kerap dijuluki Masjid Terapung Laut Merah, kini berfungsi sebagai simbol rahmat yang inklusif. Ia menyambut setiap hamba yang hendak bersujud, merenung, atau sekadar mencari ketenangan sambil memandang luasnya samudera—lambang dari keagungan Sang Pencipta.
Dengan lengkungan kubahnya yang putih bersih, menara menjulang, dan teras yang membentang ke arah laut, masjid ini menawarkan pengalaman spiritual yang berbeda. Di sini, hamparan Laut Merah menjadi mihrab alamiah yang mengarahkan hati pada kebesaran Ilahi. Dentang ombak yang berdebur lembut seolah menjadi iringan dzikir tambahan bagi mereka yang duduk di pelatarannya.
Bagi para jemaah yang hendak pulang, Masjid Ar-Rahmah menjadi tempat yang tepat untuk menyempurnakan perjalanan. Sebuah ruang untuk mensyukuri setiap langkah ibadah, memohon agar rahmat Allah mengiringi kepulangan, dan mengukir kenangan terakhir di Tanah Suci dengan latar yang memesona. Ia mungkin tidak menyimpan reruntuhan sejarah, tetapi ia menawarkan kedalaman makna: bahwa keindahan, kedamaian, dan nama “Ar-Rahmah” itu sendiri adalah hadiah terindah yang bisa dibawa pulang oleh setiap musafir—cahaya rahmat yang terus bersinar di hati, jauh melampaui batas geografis mana pun.